Sabtu, 28 Maret 2020

Am I Chasing Rainbow?



Lagu Rainbow Connection yang pertama kali kudengar adalah versi Jason Mraz (sampai tahun 2017 aku tidak tahu kalau lagu ini berasal dari The Muppet Movie dan berpikir bahwa ia merupakan salah satu dari sekian lagu non-album Jason Mraz yang bahkan tidak memiliki versi studio). Jadi, lirik yang mulanya kukenal adalah versi lompatan. Ya, liriknya melompat dari Rainbows have nothing to hide langsung menuju ke What's so amazing that it keeps us stargazing. Dan, kupikir itu versi yang lebih baik daripada aslinya, meskipun jelas-jelas mengacaukan ceritanya. Setidaknya, tidak ada bagian ...every wish would be heard and answered when wished on the morning star.

Tapi bukan untuk membahas hal itu niat awalku membuat tulisan ini.

Pertama kali mendengar lagu Rainbow Connection, mungkin sekitar  tahun 2009. Lirik yang tidak utuh dan bahasa inggris yang kacau, tidak banyak hal yang bisa aku pahami dari lagu yang belakangan aku dengar katanya lullaby itu. Aku bertanya-tanya bagaimana Rainbow keeps us stargazing? Memangnya ada pelangi di malam hari? Dan bukannya stargazing itu ngelihatin bintang? Apa hubungannya dengan pelangi?

Meski tak paham maksud keseluruhannya dan salah memaknai kata it dalam salah satu bagian liriknya, aku menyukai bagian per bagian dari lagu tersebut. Aku menyukai bagaimana lagu itu justru diawali dengan bertanya mengapa ada banyak lagu tentang pelangi padahal pelangi itu sebenarnya hanya ilusi optik. Meski indera penglihatan kita bisa menangkapnya, tapi kita tahu ia bukan semacam materi padat yang berdiri sendiri. Kenyataannya adalah ia (atau mereka) adalah kumpulan besar partikel air dan cahaya. Bagaimanapun kita berusaha, kita tidak akan bisa menjangkau pelangi. Mentok kita bisa menjangkau partikel air yang terbias cahaya itu.

Bertahun berlalu. Saat aku bukan penikmat aneka lagu, entah bagaimana aku menemukan kalau penyanyi asli Rainbow Connection ini justru si Kermit The Frog. Penemuan ini sekaligus menjawab kebingungan lama yang sebenarnya sudah lama aku lupa dan tidak kupedulikan; maksud keseluruhan dari liriknya. Dan aku cuma berpikir, "Lullaby yang berat.."

Aku tidak tahu kenapa Rainbow Connection muncul kembali di kehidupanku (Waw, alay sekali), lebih tepatnya kenapa aku mendengarkan Rainbow Connection lagi, tapi anehnya aku merasa lagu ini seolah memang untukku. Aku tidak sedang menghadapi keraguan orang lain terhadapku, sebaliknya, aku tengah menghadapi keraguan diriku sendiri. Tiba-tiba, aku ingin memiliki sedikit saja keyakinan Kermit. Tapi, ternyata hal itu sangat sulit. Di kehidupan nyata, hal itu sungguh sulit. Meski begitu aku tidak akan mengatakan tidak mungkin.

Aku bertanya-tanya apakah mengejar cita-cita adalah pilihan terbaik di tengah segala situasi dan kondisiku saat ini?

Aku tidak tahu apakah yang kukejar ini adalah pelangi atau bintang? Keduanya indah, bukan? Tapi kita tahu bintang nyata sedangkan pelangi tidak. Aku tidak keberatan bersusah payah untuk mencapai bintang yang tinggi itu, tapi bagaimana jika ternyata yang kukejar adalah pelangi? Sementara waktu terus berjalan, aku telah melewatkan berbagai kemungkinan dan kesempatan lain untuk mengejar hal itu, sesuatu yang saat ini mungkin paling tepat kuberi nama cita-cita (?)

Sebenarnya, aku anggota tim Percaya Takdir. Aku tahu dan percaya bahwa takdir setiap manusia telah selesai ditulis, bahkan sejak 50.000 tahun sebelum langit dan bumi diciptakan, termasuk takdirku. Dan setiap orang akan dimudahkan jalannya menuju takdirnya.

"Allah telah menulis takdir setiap makhluk sejak 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi." (HR. Muslim No. 2653)

"Beramallah kalian! Sebab semua telah dimudahkan terhadap apa yang diciptakan untuknya." (HR. Bukhari)

"Tiada bencana yang menimpa di bumi dan tidak (pula) pada diri kalian sendiri kecuali telah tertulis pada Kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Yang demikian itu ) supaya kamu tidak bersedih hati terhadap apa yang luput darimu dan jangan pula terlalu gembira terhadap apa yang Dia berikan kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong dan membanggakan diri.” (QS. Al Hadid: 22-23)

Aku juga tahu ketidaktahuan kita terhadap apa yang akan menimpa diri kita, dengan diikuti kenyataan bahwa apapun itu yang akan menimpa kita telah ditetapkan oleh Tuhan, dan Dia tidak sedang melempar dadu atas kehidupan kita, dan bahwa yang menetapkan takdir itu adalah Tuhan yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, yang bahkan jika kita berjalan mendekati-Nya, Dia akan berlari menjemput kita, seharusnya mampu membuat diri kita tenang, tidak terlampau bersedih hati maupun terlalu bergembira. Menghadapi segalanya dengan penuh kesyukuran dan kesabaran. Betapa sebuah kebahagiaan dalam hidup ini!

Selain itu, kita tahu, ada satu mesin pengubah takdir, ialah DOA. Dan tidak seorang pun yang memiliki iman yang baik, kecuali ia akan mengiringi doa-doanya dengan ikhtiar, dengan amal perbuatan, usaha yang nyata. Lalu menyerahkan apapun hasilnya pada kehendak-Nya. Itulah tawakal. Aku yakin orang itu akan menjalani hidupnya tanpa kegelisahan akan nasib dirinya.

Pertanyaannya, mengapa aku tidak demikian? 

Masalahnya kemudian adalah, pada titik ini, pada momen ini, aku menyadari sisi buruk diriku.

-

-

-

-

Jika doa adalah mesin pengubah takdir, bukankah seharusnya aku shalat dengan baik? Aku tidak berpikir telah cukup baik tentang shalatku. Padahal aku juga termasuk anggota tim Percaya Kekuatan Doa. Sebuah ironi yang aku bikin sendiri. Lalu aku sedihkan sendiri.

Bahkan seandainya kita tidak berdoa, dan katakanlah, hanya memasrahkan segalanya pada apa yang telah tertulis, bukankah kita masih harus beramal? Bahkan takdir, bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri, mengikat bersamanya adalah Hukum Sebab-Akibat.

Ketika aku flashback kembali pada hari-hariku yang telah lalu, aku menemukan betapa banyak saat aku menjalani aktivitasku dengan tidak disertai kesungguhan. Betapa banyak hal yang kuperbuat tanpa mengupayakan yang terbaik dari diriku.

Aku mungkin tidak akan mendapat hasil yang lebih baik, tapi setidaknya, aku tahu bahwa aku telah menggugurkan bagian sebab yang negatif sebelum memperoleh akibat, “sebab aku kurang bersungguh-sungguh, akibatnya hanya inilah hasil yang kuperoleh, tidak cukup banyak untukku merasa percaya diri”.

Dengan sebab kesungguhan, setidaknya aku akan lebih mampu menghargai diriku dan berkata, “Barakallah, diriku! Kamu telah berusaha dengan baik.”

Tapi dengan begitu banyak kekurangsungguhan, masihkah aku kebagian barakah?

Untuk hal-hal yang belum terjadi aku bertanya, “am I chasing rainbow?” dan bersedih. 

Dan, pada saat aku menyadari bahwa jawabannya tidak bisa kujawab sendiri, Dia memberikan jawaban melalui lisan seseorang, “Bahkan ketika kamu tidak tahu apakah akan berhasil atau tidak, kamu tahu bahwa kamu tidak sedang mengupayakan sesuatu yang buruk, bukan? Selagi kamu tahu itu baik, dan kedua orangtuamu meridloimu, insya Allah Dia pun ridlo. Selanjutnya adalah, apakah kamu akan ridlo pada apapun ketetapan-Nya nanti?”

Lalu, sampai kapankah aku harus mengupayakannya? Apakah tanda untuk berhenti? 

Bukankah kamu belum lelah? Kenapa berbicara tentang berhenti ketika dalam hatimu masih ingin melanjutkan? Mari kita bicara tentang “berhenti” ketika “ingin” itu telah muncul dalam dirimu.”

Bagaimana jika yang muncul bukan “ingin”, tapi hanya “ragu”?

“Karena setiap kita akan dimudahkan jalan menuju takdir kita, jika sesuatu itu bukan bagian dari takdirmu, Dia akan memalingkan hatimu pada sesuatu yang menjadi jalanmu, entah dengan cara apa. Mungkin kesempatan-kesempatan lain yang biasanya tidak kamu acuhkan, tiba-tiba begitu menarik hatimu. Atau, sesuatu hal lain yang tidak pernah terlintas, begitu saja muncul dan kamu tidak dapat berbuat kecuali mengikutinya. Kita tidak tahu. Maka, selagi hatimu masih belum berpaling dari sesuatu itu, yakini saja sesuatu itu mungkin takdirmu. Sekarang, terlepas dari modal awal yang kamu miliki, upayakan sebab terbaik untuk menjemput takdir itu.” 

Pada akhirnya, aku percaya pada takdir Tuhan. Seperti juga aku percaya bahwa kehidupan yang tenang hanya berlaku bagi orang dengan keimananan yang baik. Dan ia yang beriman dengan baik akan berdoa dengan baik dan melakukan segala amalnya dengan totalitas dirinya. Ia akan menjalani hidupnya tanpa penyesalan.

Dan kupikir, Kermit adalah salah satu yang melakukan amalnya dengan sungguh-sungguh (meskipun sepertinya ia bukan anggota tim Percaya Takdir dan Kekuatan Doa). Lihatlah kepercayaan dirinya dalam Rainbow Connection! 






0 komentar:

Posting Komentar