Welcome to My Site! may you find some good in these words

Jumat, 20 Desember 2019

Rainbow Connection - Terjemah Bebas

RAINBOW CONNECTION

performed by: Kermit the Frog (Jim Henson) from The Muppet Movie
written by: Paul Williams & Kenneth Ascher

Why are there so many
Songs about rainbows
And what's on the other side
Rainbows are visions
They're only illusions
And rainbows have nothing to hide
 
Mengapa ada begitu banyak
lagu tentang pelangi
Dan apa yang ada pada sisi lainnya?
Pelangi adalah penglihatan,
tetapi ia hanyalah ilusi
Dan tak ada yang perlu pelangi sembunyikan

So we've been told
and some chose to believe it
But I know they're wrong
wait and see

Jadi, kita telah diberitahu tentang hal itu
Dan beberapa orang memilih untuk mempercayainya
Tetapi aku tahu mereka salah
Tunggu dan lihatlah..

Someday we'll find it
The Rainbow Connection
The lovers, the dreamers and me

Suatu hari nanti kita akan menemukannya
Koneksi pelangi
Para pecinta, pemimpi, dan aku

Who said that every wish
Would be heard and answered
When wished on the morning star

Siapakah gerangan yang mengatakan bahwa setiap harapan
Akan didengar dan dijawab
Manakala diucapkan pada Bintang Pagi

Somebody thought of that
And someone believed it
And look what it's done so far
What's so amazing
That keeps us star gazing
What so we think we might see

Seseorang berpikir akan hal itu
Dan seseorang mempercayainya
Dan lihatlah apa yang telah dilakukannya sejauh ini
Betapa menakjubkan
Hal itu membuat kita terus memandangi bintang-bintang
Apa yang sangat kita pikir mungkin kita lihat

Someday we'll find it
That Rainbow Connection
The lovers the dreamers and me

Suatu hari nanti kita akan menemukanya
Koneksi pelangi
Para pecinta, pemimpi, dan aku

Have you been fast asleep
And have you heard voices,
I've heard them calling my name,
Is this the sweet sound that calls
The young sailors,
The voice might be one and the same.
I've heard it too many times to ignore it
It's something that i'm supposed to be,

Sudahkah kau tertidur pulas
Dan sudahkah kau mendengar suara-suara itu?
Aku telah mendengar suara-suara itu memanggil namaku
Inikah suara manis yang memanggil
Para pelaut muda?
Suaranya mungkin satu dan sama
Terlalu amat sering kudengar untuk kuabaikan begitu saja
Ini adalah sesuatu yang seharusnya menjadi diriku

Someday we'll find it
The rainbow connection...
The lovers, the dreamers and me

Suatu hari nanti kita akan menemukannya
Koneksi pelangi
Para pecinta, pemimpi, dan aku


Sekitar tahun 2013, aku mengisi sebuah form bersama teman-temanku. Di form tersebut ada kolom nama kelompok. Dan kami tidak pernah memberi nama kelompok pertemanan kami. Sore itu, di teras masjid sekolah kami, hujan deras mulai mereda. Kami berpikir, "Perlukah kita membuat nama?"

Saat masing-masing kami tengah berpikir, salah seorang teman bertanya lirih, "Apakah akan muncul pelangi?" dan seketika itu kami bersepakat menamai kelompok kami Kafilah Pelangi. Lalu masing-masing mulai menghubung-hubungkan nama tersebut dengan makna-makna filosofis. Satu-satunya yang muncul di kepalaku, "Kenapa ada begitu banyak hal tentang Pelangi? Ini membosankan, tapi yahh bagus juga."

Jadi, lupakan tentang kelompok pertemanan kami yang sedikit alay itu (sepertinya anak remaja memang haus identitas diri sehingga kami sampai merasa perlu membuat nama kelompok, yang herannya, masih kami pakai tiap reuni ><), pada detik itu, detik saat di kepalaku muncul pertanyaan, kenapa ada begitu banyak hal tentang pelangi, aku menyadari apa yang dirasakan penulis lagu Rainbow Connection.

Ada banyak tafsiran bagus tentang kata Pelangi, misalnya "Pelangi muncul setelah hujan, jadi bersabarlah..." semacam bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian. Ada juga makna lainnya, seperti "Perbedaan itu indah, seperti Pelangi", dan banyak perumpamaan lainnya. Tapi lintasan pikiran yang dituangkan dalam Rainbow Connection sedikit berbeda, "Pelangi kan cuma ilusi optik. Dia semu. Tak nyata." Kira-kira begitulah tafsiran kasarnya dan mungkin itu juga alasan mengapa ada istilah "bercita-citalah setinggi bintang di langit" bukannya "bercita-citalah seindah pelangi". Setidaknya bintang nyata, bukan seperti pelangi yang semu.

Aku tidak tahu kisah Kermit the Frog, jadi aku tidak tahu kenapa dia memainkan ukulelenya sambil menyenandungkan Rainbow Connection, tapi sepertinya ia tengah menghadapi keraguan orang-orang (kalau bisa disebut orang) atas apa yang ia yakini. Tapi, hebatnya Kermit, keraguan orang lain tidak menggoyahkan keyakinannya. Jadi, seseorang bisa menganggap pelangi sebagai ilusi, dan seseorang yang lain bisa menganggapnya sebagai fenomena yang indah. Pada akhirnya kita tidak bisa menghakimi pelangi. Kita berhak memilih jalan menurut apa yang masng-masing kita yakini. Kalau kita yakin, maka jalani dan buktikan, I know they wrong, wait and see..

Dan begitulah, maka bagian utama lagu tersebut, someday we'll find it, the rainbow connection the lovers the dreamers and me, hanya bermakna sebagaimana adanya.

Kermit melanjutkan dengan bertanya retoris, "Siapa sih yang bilang, kalau setiap permohonan yang dipanjatkan pada Bintang Pagi pasti akan dikabulkan?" Sebetulnya orang-orang tahu bahwa hal tersebut hanya takhayul. Bintang Pagi tidak memiliki kemampuan untuk mengabulkan apapun, tapi masih kata Kermit, "Tapi lihat, apa yang sudah diperbuatnya sejauh ini. Betapa menakjubkan. Di luar apapun, Morning Star telah memberi harapan. Seseorang perlu harapan untuk menjauhkannya dari ke-putus-asa-an.

Dan yahh, pada bagian ini, aku snagat-sangat menentangnya. Bisa dipastikan Kermit ini bukan berakidah Islam. Fitrah manusia adalah bergantung. Ia lemah dan membutuhkan kekuatan lain di luar dirinya, dan itu adalah Tuhan. Keyakinan dan ketaatan kepada Allah swt. Tidak ada yang lain. Berharap pada selainNya adalah dosa besar. Lagipula alangkah bodohnya, menyandarkan harapan pada sesuatu yang jelas-jelas tidak mampu brbuat sesuatu.

Tapi pada intinya, Kermit ingin mengatakan pada kita, bahwa keyakinan adalah awal dari keberhasilan. Karena kita Muslim, seharusnya keyakinan itu memiliki nama lain; Doa. keyakinan kita pada Allah, doa-doa yang kita panjatkan kepada-Nya, menjadi penguat ikhiyar-ikhtiyar kita. Mungkin atau tidak mungkin, bisa atau tidak bisa, berhasil atau gagal, adalah hal lain yang tidak akan lagi kita pusingkan, karena kita telah mengerahkan semua yang mampu kita upayakan.

Lalu berlanjut pada bait terakhir, sesuatu tentang Pelaut. Awalnya, aku juga bingung dengan lompatan mendadak ini, tapi kemudian aku menemukan salah satu artikel wawancara dengan entah Williams atau Ascher, penulis lagunya, salah satu dari mereka mengatakan bahwa ia memiliki hasrat terpendam tentang menjadi Pelaut. Semacam cita-cita semasa kanak-kanak. Jadi, ia memasukkannya ke sana, ke dalam lirik lagu. Ia membuat Kermit menjadi seseorang yang ingin menajdi Pelaut. Bahwa menjadi pelaut adalah panggilan sejatinya. Seseorang memiliki sesuatu dalam dirinya. Kadang kala sesuatu itu tependam, lalu kadang kala muncul ke permukaan, suara hati yang memanggil-manggil.

Bukankah lagu yang manis?

Kecuali tentang Morning Star.

Oh ya, aku tidak menyangka aku juga akan sampai pada situasi seperti Kermit, baca di sini.

Sabtu, 06 Juli 2019

Bagaimana Tepatnya Aku Melihat?



Sering kali, bahkan setiap kali, seorang Muslim berbicara di depan khalayak, ia membukanya dengan pujian kepada Allah atas segala nikmat-Nya, karunia-Nya, hidayah-Nya… dan aku bertanya-tanya, sesungguh apakah aku merasai nikmat, karunia, hidayah itu? Sesungguh apakah aku menghayati segala kebaikan yang Allah berikan padaku?

Sabtu, 05 Januari 2019

art is a lie... (2)

“We all know that art is not truth. Art is a lie that makes us realize truth, at least the truth that is given us to understand. The artist must know the manner whereby to convince others of the truthfulness of his lies.”
– Pablo Picasso

Di sekolah saya, untuk waktu yang cukup lama, hanya ada satu mata pelajaran seni, yaitu seni rupa. Dan untuk waktu yang lama pula, hanya ada satu guru yang mengampu pelajaran tersebut, ialah beliau Pak Guru yang “bergelar”. 

Awalnya, saya kira merupakan sebuah keberuntungan, tahun ketika saya memasuki SMA, seorang guru seni rupa baru datang. Beliau masih muda, dan jelas, idealisme metode pembelajaran seorang sarjana pendidikan masih melekat pada diri beliau. Beliau mengajar separuh kelas sepuluh (X.5-X.8), salah satunya adalah kelas saya, X.7, maka mimpi buruk pelajaran seni rupa bersama Sang Legenda dapat kami tunda...

Sayangnya, penangguhan waktu terkadang bisa menjadi sesuatu yang lebih buruk.

Dan kenaikan kelas pun datang…. Betapa menakjubkannya rencana Tuhan, beliau Sang Legenda menjadi wali kelas saya!

Tidak banyak yang dapat saya ingat dengan pertemuan-pertemuan awal selain rasa deg-deg-an, tegang, takut salah, setiap senin pagi. Seni rupa adalah mata pelajaran di mana kami belajar teori di kelas, mendapat tugas untuk dikerjakan di rumah, dan pekan selanjutnya, kami harus meletakkan tugas kami di atas meja, lalu beliau berkeliling, bertanya, dan berkomentar. Kadang beliau menghendaki kami mengajukan pertanyaan, semacam sesi konsultasi karya, tapi tidak jarang kami merasa salah ucap dan berakhir pada…yah, begitulah…

Hingga pada suatu senin, setelah menjelaskan teori tentang teknik plakat dan aquarel, balance, serta lighting, beliau mengajak kami keluar kelas dan memilih satu objek untuk kami buat sketsanya. Jika beliau acc, kami bisa melanjutkan dengan mewarnainya di rumah, menjadi lukisan yang sesungguhnya.

Saya memilih sebuah tanaman dalam pot yang pecah sebagai objek. Saya berusaha menerapkan teori yang beliau sampaikan di kelas. Dan pada senin berikutnya, saya datang dengan… 



Saya berdoa, beliau mengabaikan gambar saya dan terus berkeliling. Saya harap beliau akan berhenti di meja lain, tapi begitulah…beliau mengangkat buku gambar saya, menunjukkannya pada seisi kelas dan berkata,”Ini contoh teknik plakat yang saya sampaikan minggu lalu.”

Sungguh saya merasa lega dan berbangga mendapat "pujian" kecil tersebut.

"Hanya dan hanya pot-nya." lanjut beliau, mengakhiri segala kebanggaan saya.

art is a lie... (1)


“We all know that art is not truth. Art is a lie that makes us realize truth, at least the truth that is given us to understand. The artist must know the manner whereby to convince others of the truthfulness of his lies.”
– Pablo Picasso 

(Kita semua tahu bahwa seni bukanlah kebenaran. Seni adalah kebohongan yang menyadarkan kita akan kebenaran, setidaknya kebenaran yang memang dibuat supaya dapat kita mengerti. Seorang seniman harus mengetahui dengan jalan seperti apa ia mengungkapkan kepada orang lain kebenaran dari kebohongannya)



Hampir di semua sekolah, di semua jenjang pendidikan, ada satu—atau dua—guru yang mendapat gelar kehormatan “killer”. Beruntungnya, gelar itu tidak berarti sebagaimana harfiahnya, tapi hanya sebuah kata yang menggambarkan ketegasan—karena tidak sopan menyebutnya galak, atau karena mata pelajaran yang diampunya terlalu sulit sehingga beliau dinilai “guru yang tidak mudah”. 

Coba flashback dan temukan kembali sosok tersebut… 

Tidak ada? 

Mungkin masa sekolah Anda kurang seru, hehe 

Coba ingat-ingat lagi…mungkin beliau adalah wali kelas III saat SD, atau guru mata pelajaran Biologi saat SMP, atau…The Legend and the Only One guru Seni Rupa SMA?

Ketika Bapak saya membuatkan sketsa berbagai objek dengan sangat baik, Ibu saya menggambar rumah yang seperti akan roboh, kerbau yang seperti bebek, dan ayam yang seperti telur. Dari sanalah ibu saya bercerita tentang sulitnya mata pelajaran seni rupa semasa SMA. Beliau bersama kawan sekelasnya harus duduk di depan gerbang sekolah, lalu melukis apa yang mereka lihat di hadapan mereka.

Saat itulah sketsa kerbau pertama ibu saya dibuat, bersama hamparan sawah musim tanam sebagai latarnya, dan….lukisan itu tak pernah selesai, apalagi dinilai. Seorang kawan berbaik hati membantu dalam tugas tersebut,  menyelamatkannya dari Kaidah No. 1 melukis yang sering disampaikan guru seni rupanya, “Tidak ada lukisan yang salah…cuma jelek.”

Belasan tahun kemudian, guru seni rupa ibu saya menjadi guru seni rupa kakak saya, dan empat tahun setelah kakak saya, beliau menjadi guru seni rupa saya juga…What a beautiful life.